Fulan adalah sosok yang biasa-biasa saja, tidak ada
yg terlihat istemewa. Dia dikelilingi oleh orang-orang yang bisa baik dan bisa
saja jahat, dilingkungan yg sama pula (maklum, kota besar). Ketika waktu
sholat, kadang ikut berjamaah meski tidak pernah menjadi imam. Namun
lebih sering dia tidak ikut shalat jamah karena paham seseorang kadang kala
butuh kesendirian dalam menghadap Tuhannya. Ketika masuk bulan Ramadhan, dia
ikut berpuasa. Ketika ada majelis ilmu/ta'lim, kadang dia ikut berkumpul meski
tidak sering. Karena sering menjadi pelengkap, Fulan hanya berpendapat bila
ditanya kecuali dalam hal-hal yang bertentangan dg aqidah yg dia anut. Maka
dalam hal ini, fulan tidak punya kompromi sama sekali.
Setelah serentang masa terlalui, pindahlah Fulan
dalam situasi keadaan yang lain. Dia dikelilingi oleh orang-orang yang giat
bekerja. Prestasi adalah budaya sehari-hari, sukses adalah tujuan bersama masa
depan, tim yang solid adalah gerak kekuatan. Dalam situasi ini Fulan memilih
untuk selalu menjadi pilihan terakhir. Sehingga sering mengerjakan pekerjaan
yang sepele namun kadang pekerjaan tersulit karena rekan yg lain enggan
mengerjakannya. Bagi Fulan prestasi tidak dinilai dari berat ringan tugas dan
apa hasil yg dicapai, tapi terletak dalam proses pelaksanaan kerja tsb. Ketika
sibuk bekerja dan tak bisa ditinggalkan, Fulan akan melewatkan shalat jamaah.
Sehingga lebih sering Fulan shalat sendiri saja, baginya asal tidak lewat dr
waktu shalat tsb. Meski sering puasa senin-kamis, Fulan dapat membatalkan puasa
bila memang harus menghadiri suatu jamuan karena Nabinya berkata halal membatalkan
puasa sunnat bila memenuhi undangan. Untungnya, krn sering mengerjakan hal-hal tak
penting, Fulan jarang diberi tugas menghadiri jamuan seperti itu.
Serentang masa terlalui kembali, pindahlah Fulan
dalam situasi keadaan lain lagi. Namun Fulan tetap tidak berubah. Keberadaannya
kadang dibutuhkan meski kerap kali tidak diperlukan. Karena sifat pemaafnya,
dia sering jadi kambing hitam. Ujung-ujungnya Fulan tidak sukses. Dia harus hidup
dalam kesederhanaan karena meski selalu ikhlas, dia tidak pernah mendapat jalan
kemudahan. Hal ini menyebabkan orang sekeliling mencapnya sebagai orang yg
berdosa dan segala caci maki lainnya karena hampir selalu ‘sial’. Dan ketika
ditanya, dia cuma menjawab akibat dosa masa lalunya dan memilih tidak
memperlihatkan keshalehannya. Padahal Fulan sangat tidak membutuhkan penilaian
baik dari siapa saja karena menurutnya cukuplah dirinya tidak pernah menaruh
apa saja yg bernilai buruk dihatinya terhadap siapa saja dan biarlah terlihat
memalukan pada manusia tapi mulia dihadapan Tuhannya.
(saya temukan dari seseorang yang pernah saya kenal,
di mana kemuliaan terpancar dari pribadinya)
Fulan adalah sosok yang biasa-biasa saja, tidak ada
yg terlihat istemewa. Dia dikelilingi oleh orang-orang yang bisa baik dan bisa
saja jahat, dilingkungan yg sama pula (maklum, kota besar). Ketika waktu
sholat, kadang ikut berjamaah meski tidak pernah menjadi imam. Namun
lebih sering dia tidak ikut shalat jamah karena paham seseorang kadang kala
butuh kesendirian dalam menghadap Tuhannya. Ketika masuk bulan Ramadhan, dia
ikut berpuasa. Ketika ada majelis ilmu/ta'lim, kadang dia ikut berkumpul meski
tidak sering. Karena sering menjadi pelengkap, Fulan hanya berpendapat bila
ditanya kecuali dalam hal-hal yang bertentangan dg aqidah yg dia anut. Maka
dalam hal ini, fulan tidak punya kompromi sama sekali.
Setelah serentang masa terlalui, pindahlah Fulan
dalam situasi keadaan yang lain. Dia dikelilingi oleh orang-orang yang giat
bekerja. Prestasi adalah budaya sehari-hari, sukses adalah tujuan bersama masa
depan, tim yang solid adalah gerak kekuatan. Dalam situasi ini Fulan memilih
untuk selalu menjadi pilihan terakhir. Sehingga sering mengerjakan pekerjaan
yang sepele namun kadang pekerjaan tersulit karena rekan yg lain enggan
mengerjakannya. Bagi Fulan prestasi tidak dinilai dari berat ringan tugas dan
apa hasil yg dicapai, tapi terletak dalam proses pelaksanaan kerja tsb. Ketika
sibuk bekerja dan tak bisa ditinggalkan, Fulan akan melewatkan shalat jamaah.
Sehingga lebih sering Fulan shalat sendiri saja, baginya asal tidak lewat dr
waktu shalat tsb. Meski sering puasa senin-kamis, Fulan dapat membatalkan puasa
bila memang harus menghadiri suatu jamuan karena Nabinya berkata halal membatalkan
puasa sunnat bila memenuhi undangan. Untungnya, krn sering mengerjakan hal-hal tak
penting, Fulan jarang diberi tugas menghadiri jamuan seperti itu.
Serentang masa terlalui kembali, pindahlah Fulan
dalam situasi keadaan lain lagi. Namun Fulan tetap tidak berubah. Keberadaannya
kadang dibutuhkan meski kerap kali tidak diperlukan. Karena sifat pemaafnya,
dia sering jadi kambing hitam. Ujung-ujungnya Fulan tidak sukses. Dia harus hidup
dalam kesederhanaan karena meski selalu ikhlas, dia tidak pernah mendapat jalan
kemudahan. Hal ini menyebabkan orang sekeliling mencapnya sebagai orang yg
berdosa dan segala caci maki lainnya karena hampir selalu ‘sial’. Dan ketika
ditanya, dia cuma menjawab akibat dosa masa lalunya dan memilih tidak
memperlihatkan keshalehannya. Padahal Fulan sangat tidak membutuhkan penilaian
baik dari siapa saja karena menurutnya cukuplah dirinya tidak pernah menaruh
apa saja yg bernilai buruk dihatinya terhadap siapa saja dan biarlah terlihat
memalukan pada manusia tapi mulia dihadapan Tuhannya.
(saya temukan dari seseorang yang pernah saya kenal,
di mana kemuliaan terpancar dari pribadinya)
0 komentar:
Posting Komentar